Cari Blog Ini

Rabu, 25 April 2012

Upaya dan Proses Penulisan Al-Qur'an

Selain para penghafal yang disebutkan di muka(146), ada di antara sahabat yang juga pernah mengumpulkan al-Qur'an seperti Sa'd ibn 'Ubaid dari Aus, Qais ibn Abi Sha'sha'ah, Sa'id ibn al-Mundzir dari Hazraj, dan Ummu Waraqah. Dijumpai juga bahwa Mushhaf yang dimiliki beberapa sahabat ada yang urutan surahnya berbeda dengan al-Mushhaf al-'Utsmani yang ada sekarang, seperti Mushhaf 'Abdullah ibn Mas'ud, hanya urutan surah al-Fatihah dan al-Baqarah saja yang sama, di samping itu tidak memasukkan "al-Fatihah" dan "al-Ma'udzatain" ke dalam al-Qur'an dan Mushhaf Ubai ibn Ka'ab juga hanya al-Fatihah dan al-Baqarah saja yang nomor urutnya sama, surah yang lain berbeda(147).

 
1. Latar belakang Penulisan al-Mushhaf al-'Utsmani.
Demikian juga isinya, seperti yang pernah diriwayatkan bahwa ada beberapa tata-baca yang tidak sesuai dengan al-Mushhaf al-'Utsmani, di antaranya ialah :
  1. Bacaan 'Aisyah : "فَرُوْحٌ وَ رَيْحَانُ" di al-Waqi'ah : 89, seharusnya "فَرَوْحٌ".
  2. Bacaan Ibn Mas'ud : 
    • "وَ مَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلِكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَ مَارُوْتَ" di al-Baqarah : 102, seharusnya "عَلَى الْمَلَكَيْنِ"
    • , "وَ لاَ تَنَاسُوْا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ" di al-Baqarah : 227, seharusnya "وَ لاَ تَنْسَوْا"
    • , "وَ أَنّهُ خَلَقَ الزّوْجَيْنِ وَ الذّكَرَ وَ الأُنْثَى" di al-Najm : 45, seharusnya "الذّكَرَ وَ الأُنْثَى" tanpa Wawu.
  3.  Bacaan Ibn 'Abas : 
    • "سَفِيْنَةٍ صَالِحَةٍ" di al-Kahfi : 79, sebenarnya tanpa kata-kata "صَالِحَةٍ" dan 
    • "لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسَكُمْ" di al-Taubah : 128, seharusnya "مِنْ أَنْفُسِكُمْ".
  4. Bacaan Abu Hurairah : "أَفَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ" di al-Sajdah : 17, seharusnya "فَلاَ تَعْلَمُ" tanpa Hamzah.
  5. Bacaan Sa'ad ibn Abi Waqash : 
    • "وَ لَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ مِنْ أُمِّهِ" di al-Nisa' : 12, seharusnya tanpa kata-kata "مِنْ أُمِّهِ", 
    • "وَ السّارِقُ وَ السّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا أَيْمَانَهُمَا" di al-Maidah : 38, seharusnya "أَيْدِيَهُمَا", 
    • "فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيّامٍ مُتَتَابِعَاتٍ" di al-Maidah : 89, seharusnya tanpa kata-kata "مُتَتَابِعَاتٍ", 
    • "لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ فِيْ مَوَاسِمِ الْحَجِّ" di al-Baqarah : 198, seharusnya tanpa kata-kata "فِيْ مَوَاسِمِ الْحَجِّ".
  6. Bacaan Ubai ibn Ka'ab : "يَا بَنِيْ آَدَمَ إِمّا تَأْتِيَنّكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ" di al-A'raf : 25, memakai "تَ", seharusnya "يَأْتِيَنّكُمْ",
  7. Bacaan Jabir : "فَإِنّ اللّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنّ لَهُنّ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ" di al-Nur : 33, seharusnya tanpa kata-kata "لَهُنّ".
  8. Bacaan Abi Bakrah : "مُتّكِئِيْنَ عَلَى رَفَارِفَ خُضْرٍ وَ عَبَاقَرِيٍّ حِسَانٍ" di al-Rahman : 76, seharusnya "رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَ عَبْقَرِيٍّ" dalam bentuk Mufrad (tunggal).
  9. Bacaan Ibn al-Zubair : 
    • "وَ لْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَ يَنْهَوْنَ عًنِ الْمُنْكَرِ وَ يَسْتَعِيْنُوْنَ بِاللّهِ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ
    • di al-Ali 'Imran : 104, seharusnya tanpa kata-kata "وَ يَسْتَعِيْنُوْنَ بِاللّهِ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ" yang mungkin perawinya keliru memasukkannya dalam al-Qur'an, sebagai upaya untuk mendudukkan misi amar bi al-ma'ruf dan nahyi 'an al-mungkar tersebut(148) dan lain sebagainya.

Mengingat sudah semakin beragamnya tata-baca, karena sebab-sebab di muka(149), Khalifah 'Utsman dalam sidangnya mengambil sikap dan kebijaksanaan :
Pertama :
Menetapkan adanya Mushhaf yang menjadi pedoman dan tidak memberlakukan selain Mushhaf tersebut, serta memusnahkan semua tulisan-tulisan di luar keputusan sidang.
Kedua :
Menggandakan dan menyebar luaskan hasil-hasil sidang kepada seluruh umat Islam untuk menjadi pedoman yang ditaati, mengakhiri perselisihan yang terjadi dan berbagai kemungkinan serupa bisa diantisipasi.

Pada hakekatnya kedua-duanya menggambarkan kedudukan Khalifah 'Utsman dan posisi berlakunya al-Mushhaf al-'Utsmani tersebut. Sejak itu, bacaan-bacaan yang di luar ketetapan sidang tidak boleh diamalkan dan tulisan-tulisan yang ada di mana-mana dimusnahkan, termasuk "Mushhaf Perdana" yang pernah disimpan oleh Hafshah RA. dimusnahkan oleh Marwan ibn Hakam (623-685 M) (Lihat Buku Pendamping : Perjalanan Mushhaf 'Utsmani).
Maka, yang berlaku hanya satu bacaan yang mutawatir, satu model tata-tulis yang sesuai dengan tata-tulis Bahasa Quraisy dan satu model tata-bahasa yang sesuai dengan kaidah Bahasa Arab.
Proses penulisannya dilakukan oleh satu komisi bentukan Khalifah 'Utsman yang terdiri dari empat orang sahabat pilihan, dengan mengacu kepada Mushhaf perdana yang dipegang oleh Hafshah(150). Karena itu secara "Ijma" struktur dan isi al-Mushhaf al-'Utsmani diakui sah oleh umat Islam sejak periode kekhalifahannya sampai sekarang. Kemudian para ulama' berikutnya membaginya menjadi 30 juz, 114 surah, lalu disempurnakan oleh ulama' berikutnya dengan memberi tanda baca, termasuk tanda-tanda akhir ayat, tanda waqaf, Maqra' setiap 10 ayat, 5 ayat dan penamaan setiap Surah yang dilengkapi dengan keterangan Makiyah dan Madaniyahnya(151).
Ada juga riwayat tentang adanya Mushhaf lain yang sepintas seperti berlainan dengan al-Mushhaf al-'Utsmani. Di antaranya ialah :

1. Yang dinisbatkan kepada Khalifah 'Utsman sendiri.
Seperti yang ditulis al-Zarqani(152) bahwa 'Utsman mengatakan :
Kata-kata "سَأُورِيْكُمْ" (kelebihan wawu) di al-A'raf : 145, "لاَ أَوْضَعُوْا" (kelebihan alif) di al-Taubah : 47, dan "لاَ أَذْبَحَنَّهُ" (kelebihan alif) di al-Naml : 21. Khalifah 'Utsman mengatakan : "Bagus, kalian telah mengerjakan dengan sempurna, tapi saya melihat di dalamnya ada sesuatu yang ganjil, biarlah nanti akan diluruskan oleh orang Arab", katanya juga : "Mereka keliru menulis, biarkan seperti itu, jangan dirubah, nanti orang Arab yang akan meluruskannya, sesuai dengan bahasa mereka. Kalau saja penulisnya dari Tsaqif, yang mendekte dari Hudzail, tentu tidak pernah terjadi seperti ini".
Menurut al-Zarqani "Semuanya sanadnya lemah, kacau dan munqathi'. 
'Utsman sendiri telah meralat "لَمْ يَتَسَنّ" menjadi "لَمْ يَتَسَنّهْ" di al-Baqarah : 259, "لاَ تَبْدِيْلَ لِلْخَلْقِ" menjadi "لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّهِ" di al-Rum : 30, 
dan "فَأَمْهِلِ الْكَافِرِيْنَ" dikoreksi menjadi "فَمَهِّلِ الْكَافِرِيْنَ" di al-Thariq : 17", tidak mungkin 'Utsman mengatakan demikian. Al-Alusi berkata : "Itu sama sekali tidak sah dari 'Utsman". Al-Anbari mengatakan : "Bagaimana 'Utsman tahu ada keganjilan tapi melegalisirnya, padahal tujuannnya untuk menyelesaikan perbedaan tata-baca, malah menyatakan ini Mushhaf yang benar dan harus dipertahankan"?(153).

Ibn al-Jazari(154) mengatakan :
Bagaimana mungkin Khalifah 'Utsman tahu itu suatu kekeliruan tapi dibiarkan sambil menunggu orang lain selain 4 sahabat pilihan yang menulisnya untuk membetulkan kekeliruan tersebut?, padahal sudah disepakati semua sahabat?. Mengapa tidak dihentikan dari peredaran? karena justeru bertentangan dengan idea pertama untuk mensosialisasikan al-Mushhaf dan menyatukan umat?

Menurut logika tidak mungkin Khalifah 'Utsman mengatakan "mereka keliru menulis", karena mereka orang Arab asli, yang dipilih sendiri berdasarkan seleksi. Juga tidak mugkin mereka bersepakat di majlis itu dalam sesuatu kesalahan, dan tidak mungkin mereka keliru tapi 'Utsman tidak segera meralatnya, bahkan Mushhafnya disebar luaskan, dan tidak mungkin pula kekeliruan itu akan dibiarkan menjadi warisan turun temurun.
Tidak ada artinya Khalifah 'Utsman menganjurkan kepada para penulis yang empat itu agar al-Qur'an ditulis sesuai dengan Bahasa Quraisy kalau ternyata kemudian membiarkan kekeliruan agar dibetulkan oleh orang Arab, padahal sudah mengangkat orang-orang pilihan? Dan tidak ada artinya pula mengumpulkan bacaan al-Qur'an supaya jangan terjadi perselsihan kalau ada kekeliruan dibiarkan, menunggu dikoreksi orang lain?

2. Yang dinisbatkan kepada 'Aisyah R.A.
Menurut salah satu riwayat 'Aisyah RA. pernah berkata tentang penulisan ayat "إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ" (Thaha:63), "وَ الْمُقِيْمِيْنَ الصَّلاَةَ" (al-Nisa':162), dan "وَ الصَّابِئِيْنَ" (al-Baqarah:62), "يُؤْتُوْنَ" di al-Mu'minun : 60, katanya : "Sdr ! Ini adalah hasil kerja para penulis pertama, mereka keliru menulis"(155). Menurut 'Aisyah RA. seharusnya "إِنَّ هَذَيْنِ لَسَاحِرَانِ", "وَ الْمُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ", "وَ الصَّابِئُوْنَ" dan "يَأْتُوْنَ". Menurut al-Suyuthi, hadis ini sanadnya sahih, menurut Syarat kedua Syeikh al-Bukhari dan Muslim(156).
Diriwayatkan 'Aisyah RA. :"حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَ الصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَ صَلاَةِ الْعَصْرِ" (al-Baqarah : 238),dan"إِنَّ اللهَ وَ مَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ وَ الَّذِيْنَ يُصَلُّوْنَ الصُّفُوْفَ الأُوْلَى" (al-Ahzab : 56)(157). Menurut al-Zarqani semuanya menyalahi yang mutawatir. Kata Abu Hayyan "tidak benar 'Aisyah membaca demikian, karena beliau orang yang Fashihah", al-Zamakhsyari mengatakan "tidak perlu dihiraukan". Riwayat ini jelas bertentangan dengan yang mutawatir dan realita sosial yang ada(158).
'Aisyah RA. adalah istri Nabi yang ke dua dinikahi di Makkah ketika berusia sekitar 7 tahun, dan hidup serumah setibanya di al-Madinah ketika sudah berusia antara 9-10 tahun. Berarti pada waktu 'Utsman menjadi Khalifah usia 'Aisyah RA. sudah diatas 22 tahun, dan pengalamannya mendampingi Nabi menjadikan dirinya mengetahui banyak hal terutama mengenai al-Qur'an. Berarti juga beliau mempunyai kecermatan dalam soal tulis-menulis al-Qur'an. Usia 'Aisyah RA. adalah sebaya dengan umur Zaid ibn Tsabit yang lahir 10 tahun sebelum hijrah.
Yang jelas bahwa empat orang penulisnya Khalifah 'Utsman adalah orang-orang pilihan di antara sahabat, sehingga kemungkinan salah menulis sama sekali tidak masuk akal, apalagi yang tiga orang yang selain Zaid adalah orang-orang Quraisy asli yang tentunya faham betul tata-bahasa dan tata-tulis mereka sendiri.
Dengan demikian penisbatan riwayat tersebut kepada 'Aisyah R.A. andaikan itu shahih adalah tidak bisa diterima baik secara aqidah, syari'ah maupun akhlaq.

3. Yang dinisbatkan kepada Ibn 'Abbas.
Ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa Ibn 'Abbas t membaca ayat-ayat yang tidak sesuai dengan al-Mushhaf al-'Utsmani, yaitu : 1). "يَايْئَسِ" (al-Ra'd : 31) dibaca "يَتَبَيَّن", 2). "وَ قَضَى رَبُّكَ" (al-Isra' : 23) menjadi "وَ وَصَّى رَبُّكَ", 3). "تَسْتَأْنِسُوْا" (al-Nur : 27) menjadi "تَسْتَأْذِنُوْا", dan "مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِشْكَاةٍِ" (al-Nur : 35) menjadi "مَثَلُ نُوْرِ الْمُؤْمِنِ كَمِشْكَاةٍ", 4). "وَ ضِيَاءً" (al-Anbiya' : 48) dibaca "ضِيَاءً" tanpa wawu, 5). "وَ الَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ" (Ali Imran : 123) dibaca " الَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ" tanpa wawu, dan lain-lain.

Menurut al-Zarqani (159) :
Masalah "افلم ييأس" di al-Nisa' : 162 kata Abu Hayyan : "Ini ucapan pengkhianat", kata al-Zamakhsyari : "Ini suatu penipuan". Soal "و قضى ربك" di al-Nisa' : 162. Ibn al-Anbari mengatakan : "Riwayatnya dha'if", bertentangan dengan yang mutawatir, justeru Ibn 'Abbas sendiri membaca "و قضى ربك", "Yang dimaksud حَتّى تَسْتَأذِنُوْا adalah menafsirkan, bukan mengganti, dan kalau itu al-Qur'an yang benar tentu akan sampai secara mutawatir, padahal yang mutawatir adalah حَتّى تَسْتَأْنِسُوْا".

Sebagaimana yang dijelaskan di muka, bahwa Zaid ketika bertugas mengumpulkan ulang pada zaman Khalifah 'Utsman, usianya sudah lebih dari 22 tahun, Ubai ibn Ka'ab salah seorang penulis wahyu pertama ketika Nabi berada di al-Madinah, yang wafat tahun 651 M, dia telah meriwayatkan kurang lebih sebanyak 164 hadits, artinya lebih dari 20 tahun mendampingi Nabi dan sudah banyak pengalaman. Bagaimana mungkin Ibn 'Abbas mengambil bacaan-bacaan seperti itu dari mereka berdua. Ini jelas tidak masuk akal. Tidak mungkin Zaid dan Ubai salah menyampaikan bacaan, dan tidak mungkin pula Ibn 'Abbas salah tangkap(160).
Maka periwayatan yang dinisbatkan kepada Ibn 'Abbas jelas tidak masuk akal. Tidak mustahil dalam abad-abad pertama Hijriyah itu banyak terjadi simpang siur periwayatan, karena faktor kualitas hafalan dan catatan yang sangat beragam, apalagi pada zaman 'Utsman menjadi Khalifah, hiruk pikuk soal kekhalifahan (politik) sedang ramai-ramainya digunjingkan orang.
Yang benar bahwa tata-tulis al-Mushhaf yang ditetapkan Khalifah 'Utsman adalah tata-tulis dengan Bahasa Quraisy, tanpa titik dan syakal, seperti yang ditunjukkan dalam gambar No. 6 di muka sehingga memungkinkan dibaca dengan beberapa tata-baca. Dan para penulis yang empat orang itu pun kalau ada tata-tulis yang diperselisihkan, mereka kembali meminta pandapat kepada Khalifah 'Utsman, seperti ketika menulis "التَّابُوتُ" (al-Baqarah : 248), mereka bertanya : "Memakai "تُ" atau "ةُ"?, lalu Khalifah 'Utsman menyuruh menulis "التَّابُوتُ" dengan memakai "تُ"(161).
Bagi penulis, meskipun tata-tulis tersebut dikerjakan tanpa titik dan baris (syakal), akan tetapi orang Arab yang mengerti bahasa al-Qur'an tidak keliru membacanya. Selain bangsa Arab asli kalau pun keliru membaca adalah wajar karena bukan bahasanya, tapi tidak bisa dikatakan bahwa al-Qur'an sulit dibaca.
Sekarang al-Qur'an sudah lengkap dengan titik, syakal dan tanda-tasnda baca lainnya, bahkan ditulis dengan tata-tulis yang indah, maka tidak ada alasan al-Qur'an sulit dibaca. Kalau pun kesulitan itu mereka rasakan, al-Qur'an juga sudah diturunkan dengan "Tujuh huruf" seperti yang disinggung di muka. Itu pun oleh Ibn Mujahid sudah disarikan mana yang mutawatir dan masyhur menjadi "Qira'ah Sab'ah", kemudian yang sampai ke tangan kita dengan salah satu tata-bacanya saja yang sekarang populer, melalui jalur periwayatan yang sah. Karena itu al-Suyuthi mengklasifikasikan Qira'ah menjadi lima macam, yaitu Mutawatir, Masyhur, Ahad, Syadz dan Maudhu'(162) sebagaimana istilah-istilah yang dipakai dalam Mushthalah al-Hadits.
Setelah pengumpulan al-Mushhaf selesai, Khalifah 'Utsman segera menyebarkannya ke berbagai daerah dan wilayah. Kemudian semakin tersebar luas melampaui masa Tabi'in, Tabi'it Tabi'in dan seterusnya. Akhirnya sampai kepada kita
Berikutnya, tata-tulisnya mengalami kemajuan yang sangat berarti. Peristiwanya terjadi karena setelah melampaui lebih dari 50 tahun, dimana Islam semakin berkembang, orang-orang yang tidak mengerti kaidah Bahasa Arab banyak yang salah membaca ayat, karena tidak sepenuhnya menguasai bacaan para pendahulunya.

Kemajuan itu terjadi sebagai berikut :
1. Penyesuaian menurut 'Ubaidillah ibn Ziyad.
Yang mula pertama menulis dengan Khath adalah Khalifah al-Walid, antara tahun 86-96 Hijriyah(163). Kemudian Ubaidillah ibn Ziyad menyempurnakan dengan memberi alif (ا) pada kata-kata yang tadinya dihilangkan, seperti "قلت" menjadi "قالت", dan "كنت" menjadi "كانت)"(164), dan di belakang Wawu Jama' (و), sebagaimana yang tersebut dalam kata-kata : "قَالُواْ" (di semua ayat), "كَانُواْ" (di semua ayat). Sementara disepakati di belakang kata-kata berikut ini tidak diberi alif, seperti "جَاءُوْ" dan "بَاءُوْ" juga di ayat yang lain, yaitu : "فَإِنْ فَاءُوْ" (al-Baqarah : 226), "عَتَوْ عُتُوًّا" (al-Furqan : 21), "سَعَوْ" (Saba' : 5), "تَبَوَّءُو" (al-Hasyr : 9), dan "يَعْفُوْ" (al-Nisa' : 99). Sedang al-Hajjaj ibn Yusuf (W. 95 H)(165) menamabah kesempurnaan tata-tulisnya yang oleh al-Shalih disebut ada 11 tempat dalam al-Qur'an tanpa menjelaskan rinciannya(166).

2. Pada zaman 'Ali ibn Abi Thalib menjadi Khalifah.
Sekitar tahun 65-70 Hijriyah, Ziyad ibn Abihi yang menjadi Gubernur di Bashrah (Irak)(167) mendapati banyak orang keliru membaca al-Qur'an, karena tata-tulis al-Mushhaf al-'Utsmani tidak memakai titik dan harakat (Syakal)(168). Karena itu Ziyad ibn Abihi atau 'Abd. Malik ibn Marwan menurut riwayat yang lain(169) dengan seizin Khalifah 'Ali meminta kepada Abu al-Aswad al-Du'ali (wafat th. 69 H), yang faham Bahasa Arab untuk memberi tanda baca.
Semula permintaan itu ditolak, karena Abu al-Aswad merasa harus menjaga otentisitas al-Mushhaf al-'Utsmani(170), akan tetapi setelah Abu al-Aswad mendengar sendiri orang keliru membaca ayat 
"إِنَّ اللَّهَ بَرِيْءٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَ رَسُوْلِهِ" di al-Taubah : 3 dengan mengkasrahkan "ل" nya "وَ رَسُوْلِهِ" , dia pun akhirnya memberi tanda baca berupa titik-titik yang ditulis dengan tinta merah. Satu titik di atas huruf untuk bunyi "a" (-َ), di bawah huruf untuk bunyi "i" (-ِ), di samping huruf untuk bunyi "u" (-ُ), dan dua titik untuk tanda mati(171). Keadaan tata-tulis ini berlanjut sampai menjelang akhir-akhir abad II Hijriyah.

Gambarannya seperti berikut :
Fathah titik satu di atas, Kasrah titik satu di bawah, Dhommah titik sastu di samping huruf. Fathatain titik dua di atas, Kasratain titik dua di bawah, dan sukun titik dua di samping huruf.

3. Penyesuaian menurut al-Khalil ibn Ahmad (W. 181 H)(172).
Pada sekitar tahun 170 Hijriyah, melalui kreasi al-Khalil ibn Ahmad guru Sibawaih, tata tulis tersebut disempurnakan dengan cara titik-titiknya dipakai untuk membedakan huruf yang sama, sedang tanda bacanya diganti "Harakat" atau "Syakal" seperti yang dikenal orang sekarang ini, yaitu "Fathhah" (-َ) untuk bunyi "a", "Kasrah" (-ِ) untuk bunyi "i", dan "Dhammah" (-ُ) untuk bunyi "u" dan "Sukun" (-ْ) untuk tanda mati, dan ditempatkan sesudah huruf.
Disamping itu juga diberi "Tasydid" atau "Syiddah" (-ّ) dengan posisi seperti yang dikenal sekarang, untuk tanda bunyi tebal. Kata-kata jama (menunjukkan banyak) ditambah alif "ا" di belakangnya, seperti "قَالُوَْا", dan كَانُوْا""(173) dan seterusnya. Dan penulisan Hamzah (ء), yang tadinya ditulis seperti angka "7"(174) diganti dengan tulisan "ع" yang dipotong badannya, dan diambil kepalanya saja sehingga membentuk "ء".
Contoh tulisan kreasi al-Khalil ibn Ahmad sebagai berikut:

جَ – جِ – جُ . جًا – جٍ – جٌ .

حَ – حِ – حُ . حًا – حٍ – حٌ .

خَ – خِ – خُ . خًا – خٍ – خٌ .

sehingga kalau dalam susunan ayat menjadi :

إ ـِ يـ ـّ ك ـَ نـ ـَ عـ ـْ بـ ـُ د ـُ

tulisan sekarang menjadi : إِيّكَ نَعْبُدُ, tulisan Imla'nya : إِيّاكَ نَعْبُدُ.

Selanjutnya mengalami kemajuan, yaitu harakatnya ditempatkan di atas atau di bawah huruf. Stelah itu tata-tulisnya berkembang maju mulai dari model al-Khath al-Kufi di akhir abad IV Hijriyah menjadi al-Khath al-Naskhi pada permulaan abad V Hijriyah sampai sekarang ini(175). Berikutnya mengalami kemajuan dengan teknik pencetakan yang sangat indah(176) dan berkembang mengikuti liku-liku perkembangan bahasa tersebut, yang akhirnya dikenal berbagai macam Khath (tulisan indah), bahkan sampai ke tingkat bermacam-macam tulisan kaligrafi.
Pencetakan al-Qur'an sebagaimana yang diinformasikan al-Shalih(177) dapat diringkas sebagai berikut :
Tahun 1530 : di Bunduqiyah,
Tahun 1694 : di Hunburg, oleh Hinkelman,
Tahun 1698 : di Padoue, oleh Maraci,
Tahun 1778 : di Saint Pettersburg, oleh Utsman,
Tahun 1828 : di Teheran,
Tahun 1833 : di Tibres,
Tahun 1834 : di Lazig, oleh Flagel,
Tahun 1877 : di Istanah, India,
Tahun 1923 : di Kairo, oleh Syeikh Al-Azhar, di bawah pimpinan Raja Fuad II.

Kerajaan Saudi Arabia yang mendirikan Pusat Pencetaan al-Qur'an di al-Madinah al-Munawwarah yang peletakan batu pertamanya pada tahun 1983, sampai dengan tahun 1990 sudah mencetak sebanyak 50.000.000 exp. dan sudah beredar ke 78 negara di seluruh dunia melalui Mushalla, Masjid, dan Lembaga-lembaga Islam lainnya sebanyak 33.898.860 exp. termasuk kepada kaum muslimin di Uni Soviet, dan yang dibagi bagikan kepada seluruh jamaah haji setiap tahun(178).
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa keadaan tata-tulis huruf al-Qur'an mengalami perkembangan sebagai berikut :
Pertama : Dari model ukiran al-Musnad.
Kedua : Membentuk tata-tulis huruf Arab yang spesifik, misalnya :

أ ث م ر . ص د ق م . ب ن . ا ر ض ه م

أثـمـر . صـد قـم . بـن . ارضـهـم


Terjemahan Arabnya menjadi : .أثمار وافرة في أرضهم

Ketiga : Penulisan al-Mushhaf al-'Utsmani dengan menggunakan al-Khath al-Kufi yang termasuk model pertama.
Keempat : Pemberian tanda baca berupa titik-titik dengan tinta merah yang dikerjakan oleh Abu al-Aswad al-Du'ali, yang waktu itu al-Mushhaf ditulis dengan Khath al-Kufi, seperti contoh di depan(179).

Contoh tata tulis pada Zaman Ali r.a. :




Kelima : Pemberian tanda-tanda huruf tertentu, khususnya untuk membedakan huruf yang sama, berupa titik-titik, dan pemberian harakat berupa baris (Syakal) sebagai ganti titik-titiknya Abu al-Aswad, serta pemberian tanda baca tebal berupa Syiddah (Tasydid) yang dikerjakan oleh al-Khalil ibn Ahmad.
Keenam : Penempatan posisi harakat yang tadinya di samping huruf menjadi di atas atau di bawah huruf.
Ketujuh : Pergeseran dari Khath al-Kufi kepada Khath al-Naskhi.
Kedelapan : Pembentukan tata-tulis berupa macam-macam Khath.
Kesembilan : Pencetakan al-Qur'an seperti yang ada sekarang ini.
Dan tata-tulis yang sekarang inilah yang akan penulis bicarakan.


Bacaan :
146.Lihat al-Suyuthi. op. cit. Juz I. hlm. 204-206.
147.Lihat al-Suyuthi. op. cit. Juz I. hlm. 180-183.
148.Periksa al-Suyuthi. op. cit. Juz I. hlm. 215-217. al-Zarqani. op. cit. Juz. I. hlm.. 346-354.
149.Lihat halaman 46 - 47.
150.Lihat hlm. 50.
151.Al-Zarkasyi. op. cit. Juz. I. hlm. 270.
152.Al-Zarqani. op. cit. Juz I. hlm. 379. Mukarram. op. cit. hlm. 25.
153.Ibid. Juz I. hlm. 380.
154.Ibid. Juz I. hlm. 459. ibid. Juz I. hlm. 379.
155.Al-Zarqani. op. cit. Juz I. hlm 381-386. Mukarram. op. cit. hlm. 24.
156.Al-Suyuthi, op. cit. Juz I. hlm. 182.
157.Mukarram. op. cit. hlm. 28-29.
158.Al-Zarqani. op. cit. Juz I. hlm. 386-387.
159.Lihat al-Zarqani op. cit. hlm. 381-384.
160.Al-Zarqani. op. cit. Juz I. hlm. 385.
161.Al-Buthi, op. cit. hlm 43.
162.Ibid Juz I. hlm 216-217. Lihat hal. 46.
163.Al-Shalih. op. cit. hlm. 98.
164.Al-Shalih. op. cit. hlm. 90-94.
165.Al-Mukarram. op. cit. hlm. 31.
166.Al-Shalih. op. cit. hlm. 90-94.
167.Al-Zarkasyi. op. cit. Juz I. hlm. 250-251.
168.Al-Shalih. op. cit. hlm. 90.
169.Al-Suyuthi. op. cit. Juz. II. hlm. 290. al-Zarqani, op. cit. Juz. I. hlm. 399, al-Shalih. op. cit. hlm. 92.
170.Al-Zarqani op. cit. Juz I. hlm 400. al-Zarkasyi. op. cit. Juz I. hlm. 250-251.
171.Al-Shalih. op. cit. hlm. 92, al-Buthi. op. cit. hlm.. 44-45.
172.Al-Zarqani. op. cit. Juz. I. hlm. 401, al-Shalih. op. cit. hlm. 94.
173.Al-Buthi. op. cit. hlm. 31.
174.Al-Suyuthi. op. cit. Juz II. hal. 290, Mukarram. op. cit. hlm. 30.
175.Al-Shalih. op. cit. hlm. 99.
176.Ibid. hlm. 99.
177.Ibid.
178.Dalil al-Haj. (Saudi Arabia: Kementerian Penerangan, 1991), hlm. 130-133.
179.Lihat Gambar 6, di halaman 45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar